Ayah yang Berdosa (Cerpen)

MANGGUMEDIA.COM - Matahari mengintip di ujung timur, menandakan datangnya pagi hari yang begitu cerah. Namun, hari demi hari terasa biasa saja bagi Hesti. Setiap harinya dibuat penasaran oleh Ayahnya yang entah pergi kemana. Setiap kali membuka mata hanya ibu yang ia lihat dalam pandangannya selama hidup dewasa.

Ilustrasi : Bunda Sayang Ayah 😂

“Hesti! ayo bangun Nak! siap-siap untuk pergi bekerja,” seruan Ibu dari dapur yang terdengar hingga kamar atas.

“Iya Bu! Hesti udah bangun kok dari tadi shubuh,” jawab Hesti agar Ibu tidak lagi berteriak-teriak. Karena, jika didiamkan ibu akan terus berteriak hingga tetangga di samping rumah ikut menjawab sahutan ibu.

Tak lama Hesti turun dari kamarnya dengan membawa handuk untuk mandi dan bersiap pergi bekerja. Seiring berjalannya waktu, Hesti telah selesai mandi, dan ibu menyiapkan bekal sarapan untuk Hesti makan siang nanti di kantor. Tak lama dari itu Hesti kembali turun ke dapur untuk makan makanan ibu yang menggoda lidah. Sembari makan Hesti mengobrol dengan ibu.

“Bu, apakah ayah masih ingat rumah ini, apakah ayah ingin bertemu dengan Ibu dan Aku?” Ucap Hesti sambil merasa penasaran dengan jawaban yang akan dilontarkan oleh ibu.

“Ibu juga tidak tahu Nak, ayahmu sudah tidak mengabari Ibu sejak lama, terakhir ayah mengabari kan waktu lebaran kemarin,” ibu menjawab dengan tenang sambil mencuci piring.

“Bagaimana jika nanti kita hubungi ayah saja Bu! Besok kan hari libur, kita sempatkan saja waktu untuk bertemu dengan ayah di rumah,” Hesti mencoba membujuk ibu agar dapat bertemu dengan sang ayah.

“Bukannya Ibu tidak mau Nak, tetapi kan kita tidak tahu bagaimana keadaan ayah. Kita juga kan tidak tahu ayah bekerja dimana, rumahnya dimana, dan Ibu juga tidak tahu ayah bekerja apa,” jawab ibu dengan sedikit meyakinkan Hesti agar tidak memaksakan ayahnya untuk bertemu.

Sarapan pun selesai, begitu juga dengan ibu yang sudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ibu Hesti merupakan pensiunan PNS yang sekarang menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT). Sambil menyiapkan semuanya untuk Hesti, Ibu merasa tidak tenang, takutnya Hesti bertemu dengan ayahnya esok hari.

“Bu! Aku berangkat dulu ya. Assalamu’alaikum,” ucap Hesti sambil mencium tangan ibu.

Wa’alaikumussalaam. Hati-hati Nak! Sesudah kerja langsung pulang. Jangan ke mana-mana dulu, nanti ibu rindu,” jawab ibu sambil nada bercanda dan senyum-senyum.

“Ahh Ibu, memangnya Aku anak SD harus dikasih tahu kapan pulangnya,” sahut Hesti dengan bercanda menghibur ibu agar tidak mengkhawatirkannya saat tidak ada di depan ibu.

Meskipun Hesti telah berusia 25 tahun, ibu masih saja khawatir kepada anak semata wayangnya itu. Namanya juga orang tua kepada anak, setua-tuanya anak, tetap saja anak-anak di mata orang tua. Begitu kata orang tua zaman sekarang. Ibu melanjutkan pekerjaannya dengan bersih-bersih rumah dan mencuci pakaian yang sudah kotor.

Ibu merasa khawatir dan menjadi tidak tenang. Ibu memikirkan pertanyaan yang dilontarkan Hesti pada saat sarapan tadi. Takutnya, ayahnya benar-benar datang esok hari. Kebetulan hari besok adalah hari Jumat tanggal merah yang berhimpit dengan weekend, ayah juga pernah berjanji akan ke rumah jika Hesti sudah dewasa. Ibu takut suaminya tersebut akan membawa keburukan dalam rumah ini. Sebab suaminya tersebut adalah orang yang memang tidak baik, ia pun pernah masuk ke dalam penjara karena sebuah penipuan yang dilakukannya.

“Haduhhh, bagaimana jika memang ayah akan kesini, tahun kemarin ia berjanji akan bertamu kepada anaknya, ayah ingin melihat Hesti dewasa,” ibu berbicara sendiri sambil sapu-sapu di halaman rumah.

Setelah sapu-sapu, ibu bergegas untuk mencuci. Takutnya, kesiangan dan pakaian pun tidak akan kering dalam sehari. Menurutnya, jika pakaian masih basah dan terus dijemur di luar, akan tercium bau apek ketika disetrika nanti.

Sambil mencuci, ibu memikirkan cara bagaimana menghindari suaminya itu datang ke rumah dan bertemu dengan Hesti. “Ohh ya, nomor teleponku harus dimatikan datanya agar tidak ada yang menelepon, nanti hari besok juga harus tidak ada di rumah, supaya jika ayah datang ke rumah, ia tidak akan bertemu dengan siapa-siapa.”

Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Waktu ashar pun tiba. Ibu langsung bergegas untuk sholat ashar setelah ia beristirahat dari semua pekerjaan rumahnya. Selesai sholat ashar, ibu berdoa kepada Allah Swt. untuk dijauhi dari semua hal yang buruk, dan berdoa agar suaminya tidak datang ke rumah.


BELI

Assalamu’alaikum,” suara orang memberi salam. Ternyata Hesti langsung pulang sesuai dengan keinginan ibunya.

wa’alaikumussalaam,” jawab ibu dengan perasaan bahagia karena anaknya langsung pulang sesuai dengan permintaannya di pagi hari.

“Ayo langsung sholat Nak! Setelah sholat kita makan bersama, Ibu juga lapar” lanjut ibu.

“Baik Bu, Aku bersih-bersih dulu ya sebelum sholat. Biar khusu’,” Hesti menjawabnya dengan patuh, dengan sedikit nada bercanda.

Ketika sedang makan bersama, ibu memikirkan untuk pergi kemana hari besok, liburan dengan berdasarkan apa untuk memberitahu kepada Hesti. Ibu memiliki banyak kenalan di Dago. Hal itu yang tersirat di pikiran ibu ketika makan bersama.

“Hesti! Besok kita jalan-jalan yuk, berhubung besok tanggal merah, dan besoknya lagi weekend. Kamu gak ada jadwal kan hari besok?” tanya ibu kepada Hesti dengan berharap Hesti menyetujuinya.

“Jarang-jarang nih Ibu mengajak aku liburan. Bentar ya Bu. Aku lihat jadwal dulu di buku jadwalku,” dengan bercanda Hesti menjawabnya, padahal memang tidak ada jadwal hari besok.

“Kamu sok sibuk banget, hahaha...,” jawab ibu sambil ketawa-ketawa mendengar jawaban dari Hesti.

“Kita pergi ke Dago yuk! Ibu banyak kenalan di sana. Jadi, kita nginep di villa gitu. Ibu kangen ke Dago mengenang masa-masa muda Ibu,” lanjut ibu.

“Setujuuu!” jawab Hesti dengan nada gembira.

Hari besok pun tiba. Ibu dan Hesti bersiap-siap untuk berangkat liburan ke Dago. Semuanya dipersiapkan dengan rapih, dari mulai pakaian, makanan, hingga peralatan seperti laptop, handphone, dan alat elektronik lainnya.

“Cepat Bu! Aku sudah siap nih,” Jawab Hesti dengan perasaan tidak sabar untuk memanfaatkan weekend minggu ini ke Dago.

“Iya, Ibu juga udah siap kok,” jawab ibu sambil turun ke bawah dengan membawa tasnya.

Mereka pun berangkat ke Dago pada jam tersebut. Mereka berangkat ke Dago dengan mengendarai mobil. Hesti yang menyupirnya, karena Hesti tidak ingin ibunya itu kelelahan di jalan. Padahal tidak terlalu jauh juga dari Cibiru ke Dago.

Tepat pukul 12.00 mereka tiba di Dago. Ibu pun langsung bertemu dengan pemilik villa tersebut. Yang pemilik villa tersebut adalah teman ibu saat bekerja. Mereka pun langsung ditunjukan ke tempat yang sudah dipesan hari kemarin. Mereka langsung sholat, lalu beristirahat sesampainya di villa tersebut.

Sore pun tiba, Hesti bangun dari istirahatnya, begitu juga ibu. Ketika bangun tepat dengan adzan ashar. Mereka pun sholat ashar untuk bersiap makan. Makan siang tidak sempat, karena mereka lelah di perjalanan dan langsung istirahat.

“Bu, kapan ya terakhir kita liburan keluarga gini?” tanya Hesti kepada ibu.

“Terakhir kita liburan keluarga kan waktu lebaran,” jawab ibu dengan sedikit berpikir mengingat kapan liburan tersebut.

“Bukan, maksud Aku liburan keluarga kecil, keluarga besar mah gak aneh lah. Setiap lebaran kan udah punya jadwalnya liburan,” jawab Hesti sambil bercanda.

“Ooohhh, kalo liburan itu gak tau kapan tepatnya, Ibu juga lupa. Kita kan jarang liburan, kamu kan sibuk terus. Kadang waktu weekend kan dipakai mengerjakan pekerjaan juga,” jawab Ibu dengan menyalahkan Hesti karena jarang liburan.

“Ahhh, Ibu bisa aja jadi nyalahin Aku, hahaha...,” Hesti menjawabnya sambil ketawa. Karena, memang benar begitu faktanya.

Malam pun tiba, Hesti dan ibu menikmati liburan tersebut. Terlihat mereka saat senang ketika malam hari pun tiba. Mereka dapat menikmati keindahan city light kota Bandung di atas permukaan Dago.

Ada hal yang mengganjal saat mereka menikmati momen tersebut. Ibu melihat seorang laki-laki di villa sebelah seperti seorang suaminya. Namun Hesti tidak ngeuh dengan apa yang ibu lihat. Lalu seorang laki-laki itu pun mendekat. Ternyata benar itu adalah suaminya ibu, dan ayah dari Hesti.

            “Dini?” Ayah bertanya kepada ibu dengan memastikannya.

            “Kenapa kamu ada di sini?” jawab ibu dengan nada sedikit kesal.

            “Aku ingin berlibur ke Bandung, menikmati liburan. Juga Aku berniat mengunjungi ke rumah walaupun sebentar,” Ucap ayah kepada ibu.

            “Hesti?” lanjut ayah bertanya kepada anak perempuan di samping ibu.

            “Ayah?” Hesti menjawab serta bertanya dengan rasa bingung.

            Perasaan ibu memang benar. Ternyata pertemuan Hesti dengan ayahnya malah terjadi di Dago bukan di rumah. Mereka pun mengobrol dengan layaknya keluarga biasa. Ibu khawatir dengan semua hal yang mengingatkannya kepada ayah. Karena, ayah adalah seorang yang kurang baik, dan pernah melakukan kejahatan.

BACA: 
Siapa Itu Tuhan, dan Dari Mana Agama?


Malam pun tiba, waktu untuk istirahat telah tepat pukul 22.00.

“Sudah, kamu nanti jangan ke rumah. Cukup pertemuan di sini saja,” jawab ibu dengan khawatir.

“Iya, jika ada waktu mungkin aku ke rumah,” ayah menjawab dengan sedikit rasa penasaran.

Mereka pun kembali pada villanya masing-masing. Saat sebelum tidur, ibu dan Hesti mengobrol tentang hal yang tadi saat menikmati city light. Hesti memiliki banyak pertanyaan kepada ibu. Namun sepertinya ibu Lelah terlihat dari wajah ibu yang sedikit khawatir.

“Nak, kamu sebaiknya jangan dekati ayah ya!” belum juga bertanya Ibu langsunug bicara tentang ayah.

“Dibalik itu semua Ibu trauma dengan waktu-waktu yang telah dilewati ayah, kepribadian ayah memang baik. Tapi kebaikan itu terhapuskan ketika ayah melakukan hal-hal buruk, tidak sekali dua kali ayah melakukannya. Ayah sering main judi, penipuan, sampai-sampai ia pernah masuk ke dalam penjara atas kesalahan tersebut,” Ibu melanjutkan pembicaraannya tersebut.

“Bukan ibu melarang kamu untuk bertemu, tapi Ibu takut kamu terpengaruh

dengan apa yang dilakukan dan dibicarakan oleh ayah, Ibu takut kamu menjadi tidak seperti Hesti yang Ibu kenal, Ibu juga takut kehilangan kamu Nak!” ibu melanjutkan pembicaraan dengan rasa khawatir dan pesan kepada Hesti.

“Baik Bu. Aku sekarang paham,” jawab Hesti sambil memeluk ibunya agar ibu tidak merasa khawatir dan sedih atas apa yang terjadi pada hari tadi.

Akhirnya mereka pun pulang, dengan rasa penasaran yang hilang, dan rasa bahagia yang mereka bawa ke rumah. Dengan begitu, di rumah pun mereka merasa tenang akan semua hal yang telah terjadi di hari kemarin. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang yelah terjawab dengan tuntas oleh kejadian yang dialami kemarin. Hesti sudah tidak penasaran lagi mengapa ibu melarangnya, dan mengkhawatirkannya ketika Hesti membicarakan tentang ayah.

***



0 Komentar