Sejarah Perkembangan Sistem Desentraliasi pada Masa Hindia Belanda



MANGGUMEDIA.COM - Perkembangan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia telah mengalami pasang surut mulai sejak zaman Belanda sampai saat ini. Pengaruh kekuasaan rezim tampaknya menjadi salah satu elemen yang turut mempengaruhi terhadap pasang surutnya desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Tidak heran jika dimensi dan derajat desentralisasi dan otonomi daerahpun selalu berbeda-beda sesuai dengan keinginan rezim yang berkuasa pada zamanya.

Salah satu yang akan dibahas mengenai bagaimana desentralisasi dan otonomi daerah dalam artikel ini adalah pada masa Hindia Belanda.


Pada tahun 1903, pemerintah Hinidia Belanda mengeluarkan decentralisatie wet (Staastblaad No. 329 Tahun 1903) yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan (gewest) yang mempunyai sistem keuangan sendiri. Penyelenggaraan pemerintah diserahkan kepada dewan di masing-masing daerah.

Pada tahun 1905, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan, yaitu decentralisatie besluit (Staastblaad No. 137 Tahun 1905) dan locale radenordonannti (Staastblaad No. 181 Tahun 1905). Kedua peraturan tersebut memperkuat peraturan sebelumnya, yaitu decentralisatie wet (Staastblaad No. 329 Tahun 1903).

Pada pelaksanaannya, pemerintah daerah hampir tidak mempunyai kewenangan. Bahkan, anggota raad sebagiannya diangkat, dan sebgaian lagi merupakan pejabat pemerintah dan beberapa anggota yang dipilih. Hanya raad di tingkat gementee yang dipilih. Dewan daerah (local raad) memang berhak menentukan peraturan setempat yang menyangkut hal-hal yang belum diatur oleh pemerintahan Hindia Belanda. Pengawasan terhadap pemerintahan setempat dilaksanakan sepenuhnya oleh gubernur jenderal Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia.


Pada tahun 1922, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan undang-undang baru yang bernama wet op de bestuurhevormin (Staastblaad No. 216 Tahun 1922). Undang-undang yang baru tersebut maka dibentuklah sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan goepmeneenschap yang semuanya menggntikan local resort. Pembentukan sejumlah daerah dilakukan dengan dikeluarkannya ordonantie, seperti ordonantie pembentukan provinsi Jawa-Madua, provinsi Jawa Barat, daerah Batavia. Sementara pulau-pulau di luar Jawa-Madura dibentuk melalui peraturan komunitas kelompok.

Selain pembentukan pemerintahan yang baru tersebut, terdapat pula pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat daerah setempat yang oleh banyak kalangan disebut zelf bestuurende lanscappen, yakni persekutuan masyarakat adat yang oleh pemerintah Hindia Belanda tetap diakui keberadaannya, seperti desa di Jawa, nagari di Minangkabau, dll. Untuk desa di Jawa diatur dengan inlandsche gemmente-ordinantie (Staastblaad No. 83 Tahun 1906) atau IGO. Sedangkan untuk masyarakat adat di luar pulau Jawa, diatur dengan inlandsche gemmente-ordinante buitengewesten (Staastblaad No. 506 Tahun 1931 atau IGOB. Kemudia, pada tahun 1941, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan ordinantie (Staastblaad No. 356 Tahun 1941 sebagai aturan lanjutan untuk masyarakat adat di luar pulau Jawa. Namun, peraturan tersebut belum sempat diterapkan. Karena, perang Dunia II pecah.




Sumber gambar: Baktinews(dot)com




0 Komentar