Niat yang Menghasilkan (Cerpen)

MANGGUMEDIA.COM - Pagi hari yang cerah menandakan terbitnya matahari, juga menandakan kesejukan pagi di antara kicauan burung, dan indahnya langit. Pagi juga menandakan akan adanya segala aktifitas terutama bagi mahasiswa. Ada seseorang bernama Ali, ia merupakan seorang mahasiswa dengan penuh pendirian dan mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Ia selalu berpikiran di luar dari kebiasaan teman-teman lainnya. Dengan itulah Ali menjadi seorang yang unik.

            “Man! seperti biasa. Nanti kita ngopi di tempat Bi Irah selesai kuliah ya!” Ajakan Ali kepada Iman untuk ngopi.

            “Gassslah! Tapi kita mau apa? Kan sekarang hanya satu matkul. Biasanya juga matkul ini jarang ada tugas.” Jawab Iman kepada Ali dengan heran.

            “Nanti aja ngobrolnya. Aku punya ide bagus ini demi kepentingan negara dan bangsa.” Ali menjawab dengan nada bercanda sedikit serius.

            “Ahhh,,, emangnya kita anggota DPR Li, pake bahas kepentingan negara dan bangsa” Iman terheran-heran menganggap candaan Ali.

            “Udah ayo aja! Sambil santai ini mah. Ngobrol ngaler ngidul.” Ali menjelaskan niat lebih merinci.

            “Yaudah oke kalo begitu.” Iman menyetujui ajakan sahabatnya itu.

Mereka akhirnya masuk ke dalam ruang 3 C untuk memulai mata kuliah yang sudah dijadwalkan oleh kampusnya. Mereka termasuk mahasiswa yang rajin, aktif, serta mahasiswa yang ramah kepada siapapun di kampus. Baik terhadap satpam kampus, para dosen, juga para pegawai kampus lainnya. Dua jam tidak terasa, akhirnya mereka selesai mata kuliah. Sesuai dengan janji mereka, mereka akhirnya pergi ke warung Bi Irah untuk membicarakan kepentingan negara dan bangsa.

            “Ngopi apa nih?” tanya Ali kepada Iman

            “ Biasa we lah, da gaada starbucks di sini mah, hahaha...” jawab Iman dengan bercanda.

            “Oke, kalo begitu,” Ali menjawabnya dengan santai dan sedikit menahan tawa.

            “Bi! Kopi indocafe dua, sama gorengan sepuluh ribueun.” Ali meminta Bi Irah untuk membuatkan pesanan yang dipesan oleh dirinya, dan Iman.

Selama Bi Irah membuatkan pesanan, Iman masih dibuat penasaran oleh tujuan Ali yang membingungkan pikirannya selama mata kuliah sampai selesainya ngampus.

“Yang dimaksud kepentingan negara dan bangsa apa itu teh?” Iman merasa bingung dengan pernyataan Ali pada saat sebelum mata kuliah.

“Aku ingin kita membuka usaha bisnis. Tapi masih bingung usaha apa ya?” jawab Ali dengan santai.



“Ahhh, kirain kita mau perang atau mau jadi calon legislatif.” Iman menjawab dengan nada bercanda serta bingung.

“Ehhh, jangan salah. Dengan bisnis kita dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Itu yang dimaksud kepentingan negara dan bangsa.” Ali menegaskan apa yang ia maksudkan.

“Iya juga ya. Kita dapat membuka lowongan, dan memberikan pekerjaan kepada orang lain, sehingga dapat mensejahterakan rakyat.” Jawab Iman menyetujui pendapat dari Ali.

Tak lama dari itu kopi indocafe dan gorengan pun sudah jadi. Kedua kopi itu pun diantarkan oleh Bi Irah kepada meja Ali dan Iman.

“Nahhh pake kopi biar ada inspirasi.” Ujar Ali dengan rasa senang telah jadi nya kopi.

“Cocok sekali.” Iman setuju dengan pendapat Ali.

Seketika obrolan pun diam demi menikmati kopi yang sudah jadi. Mereka menikmati kopi dan gorengan sejenak untuk menambahkan inspirasi apa yang akan dilakukan jika mereka berdua membuka bisnis, bisnis apa yang cocok dengan latar belakang mahasiswa yang masih sibuk dengan belajar.

“Bagaimana jika kita membuka usaha jualan keripik seblak.” Iman mengusungkan pendapatnya kepada Ali.

“Yang lain lah, yang lebih bermanfaat. Itu juga bisa, tapi mainstrim ga sih. Soalnya udah banyak seblak di luar sana. Bi Irah juga ada seblak mah atuh.” Jawab Ali menolak masukan dari Iman.

“Apa atuh ya, soalnya sekarang udah banyak usaha-usaha kecil teh.” Iman bingung apa yang akan dilakukannya.

“Gimana kalo kita buka usaha cuci sepatu? Kan pasti ada nih orang yang males cuci sepatu, nah kita cuciin sepatunya. Apalagi di kalangan mahasiswa. Mereka pasti sibuk tidak memikirkan cuci sepatu.” Ali menambahkan pendapatnya.

“Hemmmm sedikit nyeleneh tapi masuk juga sih. Soalnya aku juga jarang cuci sepatu hahaha...” Jawab Iman dengan bercanda.

“Oke, nanti kita sepulang ini merencanakan semuanya ya. Dari mulai harga, iklan, serta promosi yang akan kita landingkan nanti” Ali mengajak Iman untuk berdiskusi secara lanjut nanti sepulang mereka ngopi di Bi Irah.

“Ayo gasss. Tapi aku pulang dulu ya Li! Ganti baju sama bawa laptop buat kebutuhan desain atau semacamnya.” Jawab Iman dnegan serius kali ini.

Mereka melanjutkan ngopi dan memakan gorengan yang mereka pesan tadi. Sambil mengobrol obrolan lain. Dari mulai mata kuliah, organisasi, hingga masa depan. Setelah dua jam mereka di Bi Irah, akhirnya mereka pun pulang dan melanjutkan diskusi yang lebih intens di rumah Ali. Mereka membicarakan promosi, pasar, harga, dan lainnya untuk dijadikan sebuah hal yang menarik para pelanggan. Tak terasa malam pun tiba, mereka berdiskusi dari sore hari hingga malam hari demi tercapainya kesuksesan membuka bisnis tersebut.

Seminggu kemudian mereka melandingkan hasil dari diskusi yang mereka obrolkan seminggu yang lalu. Mereka menyebarkan pamflet kepada para mahasiswa dan semua pegawai di kampus. Dari mulai dosen hinigga mas-mas tukang bebersih mereka dibagi pamflet oleh Ali dan Iman.

“Lumayan juga ya, cape mau jadi pebisnis.” Ujar Iman dengan keringat yang menempel di kulitnya.

“Iya lah, namanya juga usaha. Diem aja cape apalagi bergerak, mikir, dan lainnya.” Ali menjawab dengan sedikit bercanda, namun masuk ke dalam nilai hidup.

            Setelah berjam-jam, akhirnya selesai juga Ali dan Iman membagikan pamflet tersebut. Ia langsung pergi ke Bi Irah untuk istirahat dan makan. Sekarang mereka memesan es bukan kopi, karena mereka kecapean dan kepanasan karena telah mengerjakan suatu cita-cita yang mulia.

Sore pun tiba. Mereka akhirnya pulang dan bersiap untuk menantikan waktu mereka bekerja mencuci sepatu. Waktu yang dinanti-nantikan telah tiba. Namun, mereka belum menerima orderan mencuci sepatu pada hari itu. Mungkin, disebabkan bukan weekend, jadi mereka belum ingin mencuci sepatu.

“Kok belum ada ya ini konsumennya?” Iman bingung dengan hal tersebut.

“Sabarlah, membuka bisnis tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kalo bisnis mudah, ngapain orang bekerja ke sana kemari. Mending buka bisnis sendiri, mempunyai waktu sendiri, kapan pun juga bisa diluangkan. Tapi tidak begitu bukan?” Ali menjawab kebingungan Iman.

“Semua hal di dunia ini memang memiliki tantangan masing-masing. Jika semua di dunia mudah, tidak akan ada pelajaran bagi manusia dong kalo kaya gitu.” Ali menambahkan jawabannya untuk menegaskan kebingungan Iman.

“Iya juga ya, ngapain kerja kalo memang bisnis tersebut mudah.” Iman menyetujui pendapat dari Ali.

Satu hari, dua hari, tiga hari sampai satu minggu belum ada orderan yang masuk untuk mencuci sepatu. Mereka pun sangat sabar untuk menghadapai kesulitan tersebut. Mereka sangat yakin jika memang usaha yang dilakukan sudah maksimal, maka hasil yang didapat pun akan maksimal juga. Di samping mereka berusaha, mereka juga berdoa kepada Allah untuk meminta pertolongan dari-Nya. Mereka meminta kelancaran dan keberkahan untuk bisnis yang diciptakannya.

Setelah lebih dari satu minggu akhirnya ada orderan cuci sepatu, tidak hanya satu pasang. Namun, orderan tersebut sampai lebih dari lima pasang. Mereka pun senang, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu datang kepada mereka. Mereka sangat senang dan bersyukur dengan ada nya orderan tersebut. Mereka merasa senang dan sedih bercampur dengan semu di dalam diri mereka.

“Akhirnya, penantian yang dinanti-nantikan sejak seminggu kemarin datang juga.” Ucap Ali dengan bahagia.

“Benar Li, ternyata sesenang ini mendapatkan orderan, padahal tidak seberapa. Memang indah ya, jika dilandasi dengan rasa syukur.” Iman membalas perkataan Ali.

“Iya Man, kita harus banyak-banyak bersyukur agar ditambahkan kenikmatan oleh Allah Swt. kita jangan lupa kepada-Nya untuk meminta, serta bergantungkan kehidupan kepada Allah Swt.” Ali menyetujui pendapat Iman dan menambahkannya.

“Ehhh, tumben pendapat kamu masuk kali ini, hahaha...” tambah Ali.

“Iya dong, sebenarnya aku itu pinter. Tapi, aku hanya tawadhu, hahaha.” Iman menjawab kebingungan Ali tentang dirinya.

“Tawadhu diumbar-umbar, hahaha...” Ucap Ali bercanda, namun ada benarnya.

Mereka pun mengerjakan orderan tersebut, mereka senang hati dan bahagia dengan adanya orderan yang masuk. Walaupun tidak banyak, tetapi hal itu membuat mereka semangat kembali dan menjadi tangga untuk mencapai kesuksesannya di dunia bisnis. Mereka merasakan semangat berbisnis, hingga memikirkan lagi inovasi untuk meningkatkan bisnisnya tersebut.

Setelah satu tahun berlalu, bisnis mereka menjadi populer di kampus mereka sendiri. Sekarang bukan lima sepatu dalam seminggu. Tapi, mereka memiliki 10 orderan bahkan lebih dari itu dalam satu hari. Mereka memiliki karyawan, dan juga memiliki tempat yang disewa oleh mereka. Mereka tidak mengerjakan bisnisnya itu di rumah lagi. Bahkan, kini mereka memiliki tiga cabang yang tersebar di Bandung. Dengan kesabaran, usaha, dan doa, akhirnya mereka pun menikmati semuanya itu. Sekarang mereka pun menikmati buah mereka yang telah mereka tanam.

0 Komentar